Di dalam realitas dunia ini seringkali manusia dinilai dan menilai diri kita dan orang lain berdasarkan bakat, talenta, kemampuan, dan kinerja yang hasilkannya. Kosa kata dan perbendaharaan kata yang kerapkali dipakai di dalam mengukur keberhasilan seseorang adalah efektif, efisien, produktif dimana semua ini ditakar pada pencapaiannya. Dan menariknya, memang secara alamiah manusia yang sudah jatuh dalam dosa ingin tampil dan menunjukkan diri serta segala kebolehannya. Secara natural, manusia berdosa ingin supaya dirinya dipandang di mata sesamanya. Dan inti dari semua ini adalah manusia ingin menjadikan si aku yaitu dirinya menjadi pusat yang dinilai dan disembah. Dan secara esensi ini terjadi ketika manusia mulai menilai dirinya bukan menurut Firman Tuhan tetapi menilai dirinya dari standar dunia. Ketika manusia mulai menilai dirinya berdasarkan pencapaian dan hasil usahanya maka seringkali manusia mulai menilai dirinya berdasarkan angka. Angka menjadi Tuhan dan indikator menilai diri. Makna seseorang menjadi ditentukan oleh berapa banyak materi yang dia miliki, berapa banyak gaji yang dia dapatkan, berapa banyak projek yang dihasilkan, dan sebagainya. Semakin banyak maka semakin bernilailah seseorang itu.   

 

Sebenarnya ketika seseorang ingin mendapatkan makna diri dan arti hidup itu sendiri tidak salah bila diletakkan pada posisi yang tepat. Bukankah manusia diciptakan Tuhan sebagai mahluk yang bernilai dan mendambakan makna ? Bukankah manusia memang dibentuk sebagai pribadi yang mulia ? Tetapi yang menjadi masalah adalah ketika hakikat hidup ini dinilai berdasarkan penilaian yang bukan berasal dari Tuhan sendiri. Manusia seringkali lebih suka dinilai oleh yang kelihatan daripada Allah sendiri yang tidak kelihatan. Manusia suka cari muka, suka dipuji dan suka diagung-agungkan. Kita manusia adalah setelah jatuh dalam dosa adalah mahluk yang gila hormat dan gila pengakuan. Ini adalah nafsu untuk menyembah diri. Ini adalah kedagingan kita yang narsis dan cinta diri.   

Bagaimana cara kita mengetahui apakah kita mempunyai masalah kronis seperti ini ?
Salah satu indikasi kita tercemar oleh dosa untuk diakui manusia lain, untuk dinilai secara kinerja adalah kita ingin supaya apa yang kita lakukan diketahui orang lain. Kita suka memamerkan diri dan l usaha kita. Hal ini bahkan terjadi bukan saja secara hal-hal yang bersifat kinerja kemampuan diri tetapi juga dapat sampai kepada hal-hal yang bersifat religius. Di dalam Alkitab dalam bagian kotbah di bukit, Yesus Kristus mengajarkan kita supaya ketika kita berdoa, berpuasa dan memberikan persembahan semua itu dikerjakan secara tersembunyi. Tuhan Yesus membandingkan ini dengan spirit yang ada di dalam orang Farisi dimana mereka ingin tampil ke permukaan dan dilihat orang di dalam menjalankan semua ini. Kita kerapkali kehilangan satu sikap kerohanian yang tersembunyi ( spiritual hiddenness). Kita lebih suka sikap yang memamerkan diri di hadapan orang lain daripada tersembunyi dan hanya Allah yang tahu.

Indikasi lain untuk menilai apakah kita sudah tercemar oleh dosa menyembah diri adalah kita suka membandingkan diri kita dengan orang lain. Secara alamiah, manusia berdosa suka membandingkan dirinya dengan orang lain dan karena itu problema rohani minder dan sombong terjadi di sini. Kita minder ketika kita menilai kita lebih rendah dari orang lain atau dari banyak orang di dalam kriteria tertentu dan kita menjadi sombong ketika kita menilai diri kita lebih tinggi dari orang lain atau banyak orang di dalam kriteria tertentu. Minder atau sombong adalah saudara kembar dimana esensinya adalah sama. Kemudian disamping minder dan sombong maka dosa lain yang dapat muncul ketika membandingkan diri dengan orang lain adalah iri hati dan benci. Kita dapat menjadi iri hati dan benci kepada orang yang kita nilai lebih tinggi daripada diri kita. Sebaliknya kita dapat menghina orang yang kita nilai lebih rendah daripada kita. Diri menjadi inti dan pusat untuk menilai. Si aku ingin menjadi penilai apa yang baik dan jahat.

Satu indikasi lain lagi untuk menilai apakah kita sudah terpolusi dengan dosa pengagungan diri berdasarkan kinerja adalah kita merasa tidak aman ketika kita dinilai bodoh dan lemah menurut ukuran dunia. Kita menjadi tidak aman ketika kita menjadi marginal. Sekuritas kita ditentukan oleh kemampuan, talenta, bakat dan hasil kinerja kita. Ketika kita gagal di dalam penilaian dan pencapaian maka kita menjadi malu dan menjadi tidak aman. Bukankah dosa ini seringkali sudah mengakar di dalam hidup kita ?

Lalu bagaimana kita dapat dibebaskan dari dosa penyembahan diri seperti ini ?   

Tuhan Allah ingin membebaskan kita dari dosa ini. Injil adalah jalan keluar untuk masalah dosa kita.  Tuhan Yesus mati dikayu salib supaya kita boleh dibebaskan dari dosa ini. Kita dibebaskan dari diri kita untuk beribadah kepada Tuhan Allah. Kita dibebaskan dari cinta diri untuk mengasihi Tuhan dan sesama. Kasih adalah sabar, kasih adalah murah hati, tidak sombong, tidak memegahkan diri. Kasih adalah berusaha untuk menjadi berkat bagi orang yang kita kasihi. Kasih terjadi ketika kita mati terhadap nafsu diri kita untuk menyembah diri. Kita memerlukan anugerah Tuhan untuk lepas dari dosa ini. Kita perlu mengaku dosa kepada Tuhan bahwa kita seringkali sombong, angkuh, tidak memuliakan Tuhan dan tidak mengasihiNya. Kita harus mengaku dosa kita bahwa seringkali kita menilai diri kita berdasarkan ukuran dunia. Kita seringkali suka diakui dan dipuji manusia daripada diperkenan Tuhan. Kita seringkali suka disembah daripada menyembah Tuhan Allah. Kita seringkali suka melayani diri daripada melayani Tuhan dan sesama. Kita harus bertobat dari dosa ini.   

Ketika kita mencoba merefleksikan kehidupan Tuhan Yesus. Dia berbeda dengan manusia lainnya. Manusia lainnya ingin meninggikan diri tetapi Tuhan Yesus merendahkan diri. Manusia yang jatuh dalam dosa dan berada di bawah ingin naik ke atas dan menjadikan dirinya pusat. Tetapi Yesus Kristus yang disurga berinkarnasi ke dunia ini untuk menjadi manusia dan merendahkan diriNya. Manusia ingin dilayani dan Tuhan sendiri Raja segala raja melayani. Ketika manusia sombong, Tuhan Yesus rendah hati. Tuhan Yesus menjadi contoh dan teladan bagi kita.  Bukan saja menjadi teladan tetapi Dia juga adalah Juruselamat kita.

Marilah kita datang kepada Tuhan Yesus untuk meminta anugerahNya menghadapi dosa ini. Marilah kita belajar untuk menilai diri kita bukan dari standar dunia. Dan marilah kita mencari perkenanan Tuhan daripada perkenanan manusia. Kiranya renungan ini boleh menjadi berkat buat kita semua

Jeffrey Lim
6-8-2013

We have 3 guests and no members online