Pemazmur berkata “Tuhan padamu aku berlindung. Jangan sekali-kali aku mendapat malu”. ( Maz 31:1 )

Malu adalah salah satu masalah fundamental manusia. Malu dikaitkan dengan bersalah ( shame and guilt ). Ketika Adam dan Hawa jatuh dalam dosa, mereka yang tadinya tidak merasa malu karena telanjang, sekarang merasakan ketelanjangan mereka. Kemudian mereka menyembunyikan malu mereka dengan bersembunyi dan membuat baju dari daun-daunan.     

Apakah malu itu ?
 
Ed Welch mengatakan di dalam sesi CCEF National Conference 2012 mengenai shame and guilt bahwa malu itu ada 3 pengalaman dasar yaitu :
1.    Perasaan ketelanjangan, terbuka dan terekspos oleh sesama dan oleh Tuhan Allah
2.    Perasaan dibuang dan tidak lagi dimiliki
3.    Perasaan kotor, jijik, najis dan terkontaminasi
 
Di dalam malu dikaitkan juga dengan perasaan miskin, lemah, tidak berdaya dan tidak diterima. Malu dapat terjadi karena diri kita dan juga dapat terjadi karena apa yang dilakukan orang lain kepada kita. Malu karena apa yang dilakukan orang lain berkaitan dengan asosiasi orang yang melakukan kejahatan kepada kita dan kejahatan itu sendiri.
Di dalam Lukas 7:36-50, ketika Yesus Kristus diundang oleh orang Farisi bernama Simon, ada perempuan berdosa yang datang kepada Yesus Kristus. Perempuan ini mempunyai pengertian bahwa orang yang didepannya tidak akan menolaknya, tidak akan mengutuknya, akan memberkatinya. Sambil menangis ia pergi berdiri di belakang Yesus dekat kaki-Nya, lalu membasahi kaki-Nya itu dengan air matanya dan menyekanya dengan rambutnya, kemudian ia mencium kaki-Nya dan meminyakinya dengan minyak wangi itu. Perempuan ini datang dengan hati hancur. Di dalam hidupnya dia dipermalukan karena dosanya. Orang-orang mengejek perempuan ini perempuan berdosa. Malu yang dia terima memang karena dosanya. Dia terbuka, terekspos di muka umum, merasa dibuang, tidak dimiliki dan merasa kotor terkontaminasi. Tetapi Tuhan Yesus di muka umum pula mengampuni perempuan ini. Yesus Kristus menegur Simon orang Farisi itu dan membandingkannya dengan perempuan itu yang mengasihinya. Tuhan Yesus mendeklarasi bahwa dosanya sudah diampuni dan iman perempuan itu menyelamatkannya.

Di dalam Lukas 8:42-48, ada seorang perempuan yang menderita pendarahan yang tidak berhasil disembuhkan oleh siapapun. Secara tradisi orang Yahudi, perempuan ini najis karena pendarahannya. Dia tentu merasa malu, terisolasi, kotor dan hina di mata masyarakat. Tetapi ketika dia memegang jubah Yesus Kristus, sakit pendarahannya sembuh. Tuhan Yesus kemudian membawa dia dimuka umum dan memberkatinya. Dia dibebaskan dari penyakitnya yang membuat dia menjadi malu.

Masih banyak contoh yang dapat kita pelajari dar Alkitab bahwa Yesus Kristus mengampuni dosa manusia dan menutupi malu mereka. Apakah itu Zakheus yang adalah pemungut cukai yang dibenci masyarakat ? Perempuan berdosa yang hendak dilempari batu ? Coba selidiki Alkitab. Di dalam silsilah Yesus Kristus, Dia tidak malu untuk memasukan daftar nenek moyangnya dan diantaranya ada perempuan-perempuan yang mungkin di dalam pandangan orang Yahudi dihina. Tamar. Rut orang moab. Rahab pelacur. Batsyeba istri Uria. Tetapi mereka semua dipakai dan menjadi nenek moyang Tuhan Yesus.

Tuhan Yesus mati di kayu salib untuk kita orang berdosa. Kematiannya di kayu salib, menggantikan dosa kita. DarahNya membersihkan kita dari dosa. Menyucikan kita dari kesalahan kita. Karena kematian Kristus maka orang yang percaya kepadaNya akan diselamatkan. Tidak ada penghukuman bagi mereka yang ada di dalam Kristus Yesus. Orang yang percaya kepada Yesus Kristus dapat memanggil Bapa Abba. Mereka diterima dan dimiliki. Mereka diadopsi menjadi anak-anak Allah. Ketika kita menerima Tuhan Yesus, kebenaran Kristus diberikan kepada kita. KetaatanNya yang sempurna menjadi pembenaran kita. Kita dijubahi oleh Kristus sendiri yang diam di dalam diri kita. Yesus Kristus menutupi dosa dan malu kita. Sebagai orang percaya kita juga berada di dalam persekutuan rohani dengan Kristus Yesus. Kita berada di dalam persekutuan kematian dan kebangkitanNya.

Rasul Paulus mengidentifikasikan penderitaannya dan hal-hal yang membuat dia malu dengan penderitaan Yesus Kristus. Raja segala raja sendiri dipermalukan. Raja segala raja rela datang ke dunia dan mengindentifikasikan dirinya dengan kita. Karena asosiasi kita dengan diriNya maka kita yang berada di dalam Kristus boleh mengatasi masalah malu kita. Paulus mengatakan mengenai dirinya dalam 2 Korintus 11:21-30

11:21    Dengan sangat malu aku harus mengakui, bahwa dalam hal semacam itu kami terlalu lemah. Tetapi jika orang-orang lain berani membanggakan sesuatu, maka akupun--aku berkata dalam kebodohan--berani juga!

11:22    Apakah mereka orang Ibrani? Aku juga orang Ibrani! Apakah mereka orang Israel? Aku juga orang Israel. Apakah mereka keturunan Abraham? Aku juga keturunan Abraham!
11:23    Apakah mereka pelayan Kristus? --aku berkata seperti orang gila--aku lebih lagi! Aku lebih banyak berjerih lelah; lebih sering di dalam penjara; didera di luar batas; kerap kali dalam bahaya maut.
11:24    Lima kali aku disesah orang Yahudi, setiap kali empat puluh kurang satu pukulan,
11:25    tiga kali aku didera, satu kali aku dilempari dengan batu, tiga kali mengalami karam kapal, sehari semalam aku terkatung-katung di tengah laut.
11:26    Dalam perjalananku aku sering diancam bahaya banjir dan bahaya penyamun, bahaya dari pihak orang-orang Yahudi dan dari pihak orang-orang bukan Yahudi; bahaya di kota, bahaya di padang gurun, bahaya di tengah laut, dan bahaya dari pihak saudara-saudara palsu.
11:27    Aku banyak berjerih lelah dan bekerja berat; kerap kali aku tidak tidur; aku lapar dan dahaga; kerap kali aku berpuasa, kedinginan dan tanpa pakaian,
11:28    dan, dengan tidak menyebut banyak hal lain lagi, urusanku sehari-hari, yaitu untuk memelihara semua jemaat-jemaat.
11:29    Jika ada orang merasa lemah, tidakkah aku turut merasa lemah? Jika ada orang tersandung, tidakkah hatiku hancur oleh dukacita?
11:30    Jika aku harus bermegah, maka aku akan bermegah atas kelemahanku

Paulus tidak malu lagi mengatakan hal-hal yang mungkin menurut pandangan dunia memalukan. Dia tahu bahwa penderitaannya adalah di dalam persekutuan dengan Kristus Yesus. Dia diasosiasikan dengan Yesus Kristus.

Karena Yesus Kristus menutupi malu kita maka secara aplikasi penolakan orang lain tidak lagi menjadi sesuatu yang mengontrol kita. Harkat dan dignitas kita bukan karena reputasi kita di masyarkat menurut ukuran dunia tetapi karena asosiasi dengan Yesus Kristus. Petrus mengatakan dalam suratnya bahwa mengenai identitas kita sebagai orang percaya : “Tetapi kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib:” ( 1 Pet 2:9 ).

Kita adalah dijubahi kekudusan Kristus sendiri dan menjadi milik kepunyaan Allah sendiri. Bagaimana kita bisa terus malu bila kita diasosiasikan dengan Tuhan Allah yang kudus ?

Di dalam Yesaya 54, Tuhan Allah mengasosiasikan dirinya dengan umatNya. Dia memiliki umatNya dengan relasi yang dalam. Coba perhatikan ayat-ayatnya.

“54:4    Janganlah takut, sebab engkau tidak akan mendapat malu, dan janganlah merasa malu, sebab engkau tidak akan tersipu-sipu. Sebab engkau akan melupakan malu keremajaanmu, dan tidak akan mengingat lagi aib kejandaanmu.
54:5    Sebab yang menjadi suamimu ialah Dia yang menjadikan engkau, TUHAN semesta alam nama-Nya; yang menjadi Penebusmu ialah Yang Mahakudus, Allah Israel, Ia disebut Allah seluruh bumi.”

Karena Tuhan Allah sanggup menebus dosa dan malu kita, marilah datang kepadaNya. Pemazmur mengatakan “Padamu Tuhan aku berlindung, jangan sekali-kali aku mendapat malu” ( Maz 31:1). Dan sesungguhnya orang yang berlindung pada Tuhan tidak akan dipermalukan. Marilah datang kepada Yesus Kristus kita yang letih lesu dan berbeban berat.

Jeffrey Lim
30-5-2013

We have 7 guests and no members online