I. Introduksi dan Thesis
II. Isi

Alasan mengapa penting mengetahui natur teologi
Definisi Teologi
Secara etimologi
Pandangan para teolog
Natur Teologi dan relasinya
Teologi dan kerohanian
Teologi dan ilmu pengetahuan
Teologi dan filsafat
Teologi dan pengetahuan
Teologi sebagai bijaksana
Teologi sebagai seni
Relasi antara teologi, filsafat, apologetika dan penginjilan.
Multidimensi dari teologi
III. Refleksi dan Kesimpulan
IV. Daftar Pustaka

I. Introduksi dan Thesis

Paper ini dibuat sebagai memenuhi persyaratan dari kelas “Natur Doktrin” dan tujuan paper ini adalah untuk membahas apa itu natur dari teologi. Paper ini berusaha mendeskripsikan pandangan dan banyak definisi mengenai apa itu teologi dan relasinya dengan disiplin lain, hidup serta ilmu pengetahuan.
Thesis dari paper ini adalah bahwa teologi mempunyai multiaspek dan multidimensi. Pengertian teologi itu begitu limpah. Karena itu lebih baik mengerti apa natur teologi sebelum belajar teologi sehingga dapat menikmati esensinya dengan kaya.
Kiranya paper ini boleh menjadi berkat bagi kemuliaan nama Tuhan

II. Isi

A. Alasan mengapa penting mengetahui natur teologi
Saya berargumentasi bahwa seharusnya pengajaran mengenai natur teologi menjadi prolegomena terhadap teologi sistematika[1]. Akan lebih baik bagi seseorang untuk mengetahui natur sesuatu sebelum mengetahui sesuatu dengan spesifik. Misalnya sebelum mempelajari Doktrin Allah, Doktrin Manusia, Doktrin Kristus, Doktrin Keselamatan, Doktrin Gereja dan Doktrin Akhir jaman, adalah baik seseorang mengetahui apa itu teologi, apa itu sistematik teologi, apa itu doktrin, buat apa kita belajar doktrin, apa kaitannya terhadap hidup kita, dll. Saya berargumentasi bahwa mengetahui natur teologi adalah sangat penting sekali bagi hidup kita sebagai orang percaya. Alasannya adalah mengetahui natur teologi akan memperkaya ketika kita mempelajari isi teologi dan doktrin secara spesifik. Pembelajaran teologi menjadi lebih terarah sebab kita sudah mengetahui apa itu teologi dan naturnya teologi sebelum membahas isi teologi.
Memang metode sebaliknya bisa diterapkan yaitu belajar doktrin-doktrin dahulu secara spesifik kemudian baru mendefinisikan berdasarkan pembelajaran yang ada mengenai apa itu teologi. Alasan melakukan metode ini karena mahasiswa teologi tingkat pertama akan terlalu sulit memahami natur teologi dengan lebih dalam karena itu lebih baik mencemplungkan diri dalam pemahaman teologi secara spesifik dan akhirnya mengabtraksikan apa itu teologi dari pelajaran yang sudah diberikan. Tetapi saya berpandangan bahwa lebih baik penting mengetahui natur teologi sebelum memahami sistematik teologi. Sebab arah dari pembelajaran akan lebih terpadu.

B. Definisi teologi
a. Secara etimologi
Etimologi mengenai Teologi
Istilah ini bukan saja sebuah istilah Alkitab tetapi juga dipakai dalam istilah orang kafir. Tetapi apa yang Kristen katakan mengenai teologi berbeda dengan penggunaan orang kafir kuno yaitu :
“Teologi adalah ilmu pengetahuan mengenai hal-hal ilahi… mengenai Allah, bukan menurut rasio manusia tetapi wahyu ilahi, yang menunjukkan bukan hanya Siapakah Allah di dalam diriNya tetapi juga apa yang Dia berelasi dengan kita. Bukan hanya mendiskusikan naturNya tetapi juga kehendakNya, pengajaran yang Allah harapkan dari kita dan apa yang seharusnya kita harapkan dari Allah, apa yang seharusnya kita takuti.”[2]
Reformed Ortodox bergerak kepada diskusi etimologi yang lebih teliti :
“Theology dari istilah theo logos, pada dasar kata dan penggunaan dari Yunani adalah bukan Firman Allah yang adalah theou logos tetapi Firman mengenai Allah : Peri theou logon.”[3]. Jadi Teologi adalah Firman mengenai Allah yang didasarkan pada wahyu Allah.
Kesimpulan : Teologi adalah pengajaran mengenai Allah dan hal-hal ilahi yang dinyatakan Allah di dalam FirmanNya.
b. Definisi diluar etimologi
Selain definisi berdasarkan etimologi maka ada banyak definisi mengenai teologi oleh para teologi diluar etimologi kata.
Ramus mendefinisikan teologi sebagai pengajaran untuk hidup baik dimana Allah adalah sumber dari segala-galanya dan memberikan hidup yang baik dan diberkati[4]. Peraturan dari agama dan dari kesalehan yang ditawarkan baik di PL dan PB yang adalah penghapusan dosa melalui Kristus.
John Frame mendefinisikan teologi sebagai aplikasi Firman Allah oleh pribadi-pribadi kepada semua wilayah hidup[5]. Dooyeweerd mendefinisikan teologi sebagai pembelajaran aspek iman dari keberadaan manusia[6]. Schleiermacher mengatakan bahwa doktrin Kristen adalah catatan dari afeksi keagamaan Kristen yang dinyatakan di dalam perkataan. Dia hendak menggantikan Alkitab dengan perasaan manusia sebagai otoritas final bagi teologi[7]. Hodge seorang teolog Reformed dari Princeton Theological Seminary dari abad 19 berargumentasi bahwa teologi adalah penunjukkan fakta-fakta Alkitab di dalam urutan dan relasi yang benar, dengan prinsip-prinsip atau kebenaran-kebenaran umum yang terlibat di dalam fakta-fakta itu sendiri dan yang menyebarkan dan mengharmonisasikan keseluruhan[8]. Hodge lebih objectivist dan Schleiermacher lebih subjectivist. Hodge terlalu banyak menyamakan antara teologi dan ilmu pengetahuan alam. Hodge melihat teologi secara utama sebagai sebuah aktivitas di dalam kontruksi teori di dalam penjelasan fakta-fakta dan di dalam pernyataan prinsip yang tepat. Jadi teologi adalah akademik. Namun kita mengetahui bahwa Alkitab bukan saja sebuah pernyataan fakta tetapi penuh dengan banyak bahasa seperti perintah, janji, puisi, amsal, bahasa emosi, dll.
Bardley C. Hanson mendefinisikan teologi sebagai refleksi pribadi dalam sebuah iman agama[9]. Menurut William Perkins, Teologi adalah ilmu pengetahuan dari hidup yang diberkati selama-lamanya. Menurut Maccovius, Teologi adalah sebuah disiplin, sebagian teori, sebagian praktis, pengajaran cara hidup baik dan diberkati di dalam kekekalan. Menurut Mastrichts “ Teologi Kristen yang teori-praktis ini adalah tidak lain daripada pengajaran kepada Allah melalui Kristus atau pengajaran yang mengikuti jalan kesalehan. Leigh mendefiniskan teologi sebagai sapientia daripada scientia karena Alkitab mengatakan bahwa pengetahuan Allah sebagai bijaksana dan bijaksana itu sebuah istilah untuk pengetahuan tertentu. Amesian mendefinisikan teologi sebagai hidup kepada Allah. Karl Barth mengatakan bahwa teologi seperti fungsi lain dari gereja adalah secara unik didasarkan pada fakta Allah berbicara kepada manusia dan manusia mendengar FirmanNya melalui anugerah. Teologi adalah sebuah tindakan pertobatan yang rendah hati yang dihadirkan kepada manusia[10].
Stanley Grenz mendefinisikan teologi sebagai “belajar mengenai Allah, sifat-sifatNya dan relasiNya dengan manusia dan alam semesta[11]. Teologi Kristen adaah merefleksi dan mengartikulasi kepercayaan mengenai Allah dan dunia dimana orang Kristen berbagian sebagai pengikut Yesus Kristus.

Kesimpulan mengenai definisi teologi diluar etimologi
Belajar teologi bukan hanya tertarik hanya pada Allah tetapi belajar teologi asdalah pencarian kebenaran ultimat mengenai Allah, diri kita dan dunia dimana kita hidup[12].
Dari definisi-definisi di atas, kita mendapatkan bahwa unsur-unsur dan relasi-relasi di dalam teologi adalah : ilmu pengetahuan ( science ), Allah, Firman Allah, kesalehan, bijaksana, afeksi, pengajaran, doktrin, fakta Alkitab, refleksi pribadi, teori-praktis, iman, disiplin, aplikasi Firman, orang Kristen, kebenaran mengenai Allah, kebenaran mengenai manusia, kebenaran mengenai alam semesta, dll. Dengan cara membaca secara redemptive maka kita dapat memandang bahwa semua definisi ini tidak ada yang benar sepenuhnya ataupun salah. Definisi teologi terlalu banyak namun kita bisa belajar bahwa ada banyak unsur dan relasi di dalam teologi. Pengertian teologi sangat limpah dan diharapkan dapat dibuat pengertian yang mengintegrasikan semuanya. John Stott mengatakan bahwa teologi adalah disiplin multidimensi yang kaya dan menuntut pertanggungjawaban[13].
C. Natur Teologi dan Relasinya
Untuk mengerti natur teologi yaitu “apa itu teologi? “maka kita bisa melihat itu dari definisi para teolog Kristen mengenai teologi dan juga kita bisa melihat natur teologi dari relasinya dengan banyak disiplin lain, kerohanian, dan kehidupan manusia. Dengan mengenal relasi teologi maka kita mengenal arti teologi lebih dalam.
a. Teologi dan kerohanian
Apa relasi antara teologi dan kerohanian ?
Wayne Grudem di dalam bukunya Bible Doctrine mengatakan bahwa belajar teologi menolong kita mengalahkan ide kita yang salah. Karena ada dosa di dalam hati kita dan karena kita tidak sempurna di dalam pengetahuan Alkitab maka semua dari kita dari waktu ke waktu menolak untuk menerima beberapa pengajaran Alkitab. Kemudian belajar teologi menolong kita untuk bertumbuh sebagai orang Kristen. Semakin kita mengetahui Allah, mengenai FirmanNya, mengenai relasiNya dengan dunia dan manusia, maka semakin kita akan mempercayai Dia dan semakin kita memuji Dia dan semakin kita menaati Dia. Belajar teologi akan membuat kita menjadi orang Kristen yang lebih dewasa. Jika ini tidak terjadi maka kita tidak belajar di dalam jalan yang Allah inginkan[14]. Grudem juga mengatakan bahwa teologi yaitu apa yang seluruh Alkitab ajarkan mengimplikasikan aplikasi kepada hidup. Intinya adalah bahwa semua doktrin mempunyai nilai praktis terhadap hidup Kristen[15].
Calvin di dalam buku Institute of Christian Religion mengatakan bahwa pengetahuan tentang Allah berkaitan dengan pengetahuan tentang diri. Mengetahui Allah yang baik membuat kita menyadari diri yang buruk dan membawa kepada kerendahan hati. Calvin menuliskan “For this sense of the divine perfections is the proper master to teach us piety, out of which religion springs. By piety I mean that union of reverence and love to God which the knowledge of his benefits inspires”[16]. “The effect of our knowledge rather ought to be, first to teach us reverence and fear; and secondly to induce us, under its guidance and teaching, to ask every good thing from him, and when it is received, ascribe it to him”[17]
Kesimpulan bahwa teologi itu berkaitan dengan kesalehan. Teologi seharusnya membuat kita rendah hati, mengasihi Tuhan, menaatiNya, takut kepada Dia, membuat kerohanian bertumbuh, membuat dewasa.

b. Teologi dan Ilmu Pengetahuan
Apakah teologi itu sebuah ilmu pengetahuan ?
Charles Hodge berpandangan terlalu banyak mengenai paralel antara teologi dan ilmu pengetahuan alam[18]. Seperti ilmuwan mengumpulkan fakta-fakta di dalam alam semesta maka teolog mengumpulkan fakta-fakta di dalam Alkitab.
Thomas Aquinas di dalam Summa Theologia mengatakan bahwa “Sacred doctrine is a science”[19]. Doktrin sakral ini ilmu pengetahuan karena berasal dari prinsip yang dibangun dalam terang ilmu pengetahuan yang lebih tinggi yaitu ilmu pengetahuan Allah dan yang diberkati. Ilmu pengetahuan sakral ini dinyatakan oleh Allah. Aquinas mengatakan Doktrin Sakral ini adalah satu ilmu pengetahuan dan doktrin sakral adalah sebagian ilmu pengetahuan praktis[20] dan sebagian sebuah ilmu pengetahuan spekulatif. Ilmu pengetahuan ini lebih spekulatif daripada praktikal karena lebih peduli dengan hal-hal ilahi daripada tindakan-tindakan manusia. Aquinas berargumentasi bahwa ilmu pengetahuan ini lebih mulia daripada ilmu pengetahuan lain.
Di jaman abad pertengahan, teologi disebut queen of science. Walaupun kita tidak menerima pengertian itu tetapi motivasi menempatkan teologi sebagai queen of science adalah menganggap teologi itu naturnya begitu penting dimana semua ilmu pengetahuan berpusat pada teologi.
Teologi memang ada sisi ilmu pengetahuanya. Namun di dalam Alkitab juga banyak bahasa seperti perintah, janji, puisi, amsal, bahasa emosi. Ini menyatakan bahwa teologi bisa dikategorikan sebagai science tetapi bukan saja hanya science.
Teologi tidak bisa dikatakan sebagai science secara kaku. Karena pengetahuan yang dinyatakan yang diterima dengan iman tidak termasuk kategori self-evident necessary reason. Teologi tidak berdasarkan terang natural dan karena itu tidak ada bukti mengenai objeknya dibandingkan dengan bukti ilmu pengetahuan ( science ) mengenai hal-hal teratur yang kontingen. Karena itu teologi tidak bisa secara kaku dikatakan sebuah ilmu pengetahuan.

c. Teologi dan Filsafat[21]

Apa relasi teologi dan filsafat ?
Frame mengatakan bahwa sulit memberi garis perbedaan tajam antara teologi Kristen dan filsafat Kristen. Filsafat secara umum dimengerti sebagai usaha untuk mengerti dunia di dalam keluasannya. Ini termasuk metafisika, epistemologi, teori nilai ( estetika dan etika ). Jika seseorang berusaha mengembangkan filsafat Kristen yang sungguh-sungguh maka dia akan melakukannya dibawah otoritas Alkitab dan akan mengaplikasikan Alkitab kepada pertanyaan filsafat. Karena itu dia sedang melakukan teologi. Filsafat Kristen lalu adalah sebuah subdivisi dari teologi.
Frame mengatakan bahwa ada perbedaan antara teolog Kristen dan filsuf Kristen. Filsuf Kristen menghabiskan banyak waktu mempelajari wahyu natural ( natural revelation ) daripada teolog dan teolog mempelajari lebih banyak mengenai Alkitab. Teolog Kristen mencari sebuah formulasi yaitu aplikasi Alkitab dan karena itu sepenuhnya otoritatif. Sedangkan filsuf Kristen dapat mempunyai tujuan rendah hati yaitu sebuah penilaian manusia bijaksana yang sesuai dengan apa yang Alkitab ajarkan walaupun tidak terdapat di dalam Alkitab.

d. Teologi dan pengetahuan
Apa relasi teologi dan pengetahuan ?
Biasanya pengetahuan dibagi menjadi 3 yaitu Pengetahuan tentang Allah, Pengetahuan tentang manusia dan pengetahuan tentang alam semesta. Teologi sebenarnya meliputi pengetahuan yang manakah ?
Calvin di dalam pembukaan buku I Institute of Christian Religion mengatakan bahwa pengetahuan tentang Allah dan pengetahuan tentang diri adalah berkaitan. Ketika mengetahui tentang Allah maka mengetahui tentang diri dan ketika mengetahui tentang diri maka mengetahui tentang Allah[22]. Karena itu maka teologi yang adalah pengetahuan tentang Allah juga meliputi pengetahuan tentang diri. Teologi juga adalah anthropologi. Kemudian selanjutnya John Frame mengatakan bahwa pengetahuan tentang diri dan pengetahuan tentang alam itu berkorelasi[23]. Diri tidak pernah dimengerti terlepas dari konteks dunia. Diri dan dunia dialami bersama. Diri diketahui melalui fakta-fakta dan dunia diketahui di dalam dan melalui pengalaman dan pikiran diri. Walaupun diri dan dunia adalah berbeda, namun pengetahuan tentnag diri dan pengetahuan tentang dunia adalah identik[24].
Kesimpulannya adalah : Teologi mencakup pengetahuan tentang Allah, diri dan juga dunia.

e. Teologi sebagai bijaksana
Apakah teologi sebuah bijaksana ?
Scharpius mendefinisikan teologi sebagai sapientia rerum Divinarum, yaitu bijaksana mengenai hal-hal ilahi yang diberikan sesuai dengan kebenaran Allah. Alsted mengkonklusikan teologi sebagai sebuah bijaksana mengenai hal-hal mengenai Allah yang dikomunikasikan oleh Allah kepada mahluk yang rasional[25]. Teologi secara tepat dikatakan sebagai bijaksana karena objeknya yang paling mulia.
Bijaksana merujuk kepada bentuk tertinggi dari pengetahuan. Du Moulin menegaskan kembali bahwa rasul Paulus mengatakan Injil sebagai “wisdom among them that are perfect” ( 2 Kor 2:6 ) dan mendeklarasikan “to one is given the word of Wisdom, to another, the word of knowledge, by the same Spirit” ( 1 Kor 12:8 ). Pengetahuan dari yang tertinggi dan hal-hal ilahi secara tepat dikatakan sebagai bijaksana. Ketika prinsip dari ilmu pengetahuan diketahui dari alam maka prinsip ilahi diketahui melalui wahyu.
Bagi Calvin pengetahuan atau science ketika diaplikasikan kepada wilayah agama adalah sebuah pengenalan mengenai hal-hal sakral dimana bijaksana adalah kesempurnaan pengetahuan itu. Dia mengatakan bahwa kita harus mengerti pengetahuan ( scientia ) sebagai arti dari informasi biasa dan bijaksana yang sebagaimana diungkapkan di dalam penyataan ( wahyu ) yaitu aturan yang lebih menginspirasi dan rahasia. Seseorang mungkin tergoda untuk mengatakan bahwa Calvin lebih mengindentifikasikan teologi sebagai bijaksana[26].Turretin juga berargumentasi bawha bijaksana adalah paling anologis dengan teologis. Turretin menambahkan bahwa bijaksana adalah sebuah penamaan yang tepat untuk pengetahuan dari yang hal-hal yang paling penting – dimana diantaranya adalah pengetahuan mengenai Allah, pekerjaanNya dan diberkati kekal. Menggemakan Aquinas, Turretin mengindikasikan bahwa bijaksana adalah disiplin architectonic yang mengarahkan dan menghakimi bentuk lain dari mengetahui. Teologi adalah sebuah aturan untuk menghakimi kebenaran lain. Karena itu teologi dikategorikan sebagai bijaksana[27].

f. Teologi sebagai seni
Apakah teologi itu sebuah seni ?
Ames, Yate dan Stoughton mengidentifikasikan teologi sebagai seni. Ames mengidentifikasikan teologi terutama sebagai doktrin atau pengajaran tetapi mengingatkan bahwa penamaan ini tidak bermaksud untuk memisahkan teologi dari penamaan disiplin lain yaitu kepandaian, ilmu pengetahuan, kebijkasanaan atau seni. Dia kemudian lebih jauh berkata mengenai perbedaan antara prinsip dari teologi dan prinsip dari seni lain dan mengindikasikan bahwa setiap seni mempunyai aturan yang sesuai dengan orang yang mempraktikannya. Teologi diperhitungkan sebagai karya seni.
Di dalam pandangan Yate, penamaan teologi beragam sesuai dengan persepsi dari setiap pribadi : “Our rule of life may be called Scripture as it is written, doctrine as it is taught, disicipline as it is learned, Art, as it is framed in us againe, science as it is known of us”[28]. Stoughton berargumentas di bahwa definisi dasar dari teologi seharusnya sesuai aturan atau metode dari seni[29]. Di dalam arumen dari Yate, teologi dan agama diidentifikasikan sebagai seni yaitu seni untuk hidup baik ( Art to live well ) karena seni adalah tertanam di dalam struktur ciptaan – seni adalah di dalam kerangka ciptaan dan dapat dipelajari dengan observasi.
Seni adalah definisi yang baik karena teologi yaitu projek untuk hidup diberkati atau hidup kepada Allah adalah membingkai kembali umat manusia yang sudah jatuh ke dalam dosa mengenai teknik dasar atau praktis untuk hidup kepada Allah sebagai gambar dan rupa Allah[30].

g. Relasi antara teologi, filsafat, apologetika dan penginjilan
Bagian ini akan menunjukkan relasi multiaspek antara teologi dengan disiplin lain. Ada relasi antara teologi dan penginjilan. Di dalam buku Teologi Penginjilan dari Pdt. Dr Stephen Tong membahas relasi ini. Sebelum menginjili seseorang yang belum mengenal Tuhan, pertama-tama kita harus terlebih dulu percaya, mengenal Injil dan juga harus mengetahui dengan jelas dan teguh mengenai apa yang kita percayai. Kita tidak dapat menginjili dengan benar kalau kita tidak tahu apa yang kita percayai. Pengajaran teologi dan Alkitab yang komprehensif diperlukan dan menolong untuk penginjilan. Namun sekarang ini banyak penginjil yang melalaikan teologi dan sebaliknya banyak teolog yang tidak mengabarkan injil[31]. Setelah mengerti teologi dengan benar orang percaya punya tanggung jawab untuk memberitakan kabar sukacita kepada orang lain. Bila seseorang ada kerinduan untuk menginjili orang yang belum mengenal Tuhan, maka dia harus terlebih dahulu belajar teologi dengan baik dengan sedikitnya kita tahu pengajaran dasar kekristenan.
Teologi adalah pengenalan akan firman Allah secara sistematis dan aplikasinya dalam hidup kita[32]. Teologi yang benar seharusnya menghasilkan aplikasi yang benar. Kita melihat contoh dari Paulus. Dia mengajar teologi dengan ketat dan sistematis dalam surat-suratnya. Dia juga mengabarkan injil dengan giat ? Bukankah dia mengajarkan tentang pemilihan Allah terhadap manusia (predestinasi ) tetapi dia juga giat menginjili ? Bukankah dengan adanya predestinasi berarti ada orang pilihan dan dengan demikian itu jaminan adanya orang yang akan percaya dan terlebih lagi kita harus menginjili karena itu juga perintah Tuhan. Jadi kesimpulan pertama orang yang mengerti teologi berkewajiban untuk menginjili dan orang yang menginjili harus punya dasar teologi . Penginjilan harus didasarkan pada teologi dan teologi harus didasarkan pada wahyu Allah dalam Alkitab. Ini relasi antara teologi dan penginjilan
Ketika menginjili orang lain , kita seringkali akan berhadapan dengan kubu-kubu buatan manusia dan ideologi filsafat. Kita akan berhadapan pikiran yang bertentangan dengan firman Tuhan. Sebenarnya pengertian filsafat ( philosophy ) sendiri adalah cinta bijaksana (philea = cinta , sofie = bijaksana ). Filsafat berusaha mengerti natur dan realitas dari dunia ini. Filsafat berusaha mengerti mengenai realita, pengetahuan, etika, kebenaran, arti hidup dan segalanya. Tetapi Tanpa wahyu Tuhan, manusia tidak bisa mengerti dengan realita sesungguhnya, kebenaran dan arti hidup. Tanpa wahyu Tuhan, filsafat tidak menemukan terang iluminasi namun hanya meraba-raba di dalam kegelapan.
Lalu apa tujuan belajar filsafat bagi orang Kristen ? Selain untuk menambah wawasan mengenai manusia, dengan belajar filsafat orang percaya dapat mengerti pikiran dan pergumulan manusia berdosa dari orang yang ingin kita injili. Kita mengerti mengerti pergumulan mereka, kesalahan pikirannya dan dengan pengertian teologi yang benar kita dapat menunjukkan pikirannya yang salah dan tidak konsisten. Dan kemudian memberitakan Kristus yang adalah Jalan Kebenaran dan Hidup (John 14:6). Ini relasi antara teologi, filsafat dan penjililan.
Orang yang akan injili seringkali juga mempunyai pikiran yang melawan dan menyerang kebenaran kekristenan. Tugas dari apologetika (apologia = membela) adalah membela iman Kristen. Dalam menginjili, kita perlu mempertahankan kebenaran iman Kristen dan kita tidak dapat mempertahankan iman Kristen bila kita tidak mengerti teologi dengan baik. Jadi sebelum kita mempertahankan kebenaran iman Kristen kita terlebih dahulu harus mengerti dahulu mengenai teologi. Kesimpulannya Apologetika bergantung kepada teologi yang benar bahkan apologetika adalah subdivisi dari teologi.
Apologetik dibedakan menjadi tiga[33] : sebagai pembuktian, sebagai pembelaan dan sebagai penyerangan. Dalam mempertahankan kebenaran, kita tidak diam sampai mempertahankan kebenaran saja tapi kita akan menyerang dari pikiran lawan kita dengan kebenaran. Jadi apologetika bukan hanya defensif tapi terutama juga ofensif. Tujuannya untuk mempertahankan kebenaran, membuka ketidak benaran dan juga memberitakan kebenaran.
Dalam tugasnya berapologetika tidak bila terlepas dari teologi, filsafat dan tujuan apologetik juga bukan untuk kita menang tetapi untuk memenangkan jiwa. Ini adalah relasi dari teologi, filsafat, apologetika dan penginjilan. Keempatnya saling berkaitan dan teologi yang merupakan pengenalan firman Tuhan adalah porosnya.

D. Multidimensi dari teologi
Di dalam buku “Doing theology for the people of God”, John Stott mengatakan bahwa teologi adalah berdimensi multidimensi. Dia memilih enam pengertian multidimensi dari teologi[34] yaitu :
a. Teologi Kristen adalah Teologi Biblika
b. Teologi Kristen adalah Teologi Historika
c. Teologi Kristen adalah Teologi Sistematika
d. Teologi Kristen adalah Teologi Moral
e. Teologi Kristen adalah Teologi yang kontekstual
f. Teologi Kristen adalah Teologi yang doksologikal
John Frame memberikan list mengenai bentuk tradisi dari teologi yaitu ada teologi eksegesis, teologi biblika, teologi sistematik dan teologi praktika[35]. Tetapi bagi Frame ini bukan divisi atau departemen dari teologi. Sebab dengan demikian akan membagi dan mengisolasi disiplin ini dengan yang lain. Frame melihat semua ini secara perpektif dimana setiap teologi mencakup keseluruhan teologi dan karena itu mencakup teolog yang lain. Frame mengatakan bahwa dia lebih baik menjelaskan mereka sebagai “metode”, “strategi”, “program” atau “agenda” yaitu banyak cara melakukan hal yang sama tetapi bukan ilmu pengetahuan dengan subjek yang berbeda. Bagi Frame semua eksegesis adalah teologi dan semua teologi adalah eksegesis. Ketiga bentuk dari teologi yaitu eksegesis, biblika dan sistematik adalah saling terlibat satu sama lain. Mereka adalah perpektif di dlaam tugas teologi dan bukan disiplin yang mandiri. Kemudian setiap teologi adalah praktikal.
Dalam kaitan dengan multidimensi di dalam teologi, John Frame menjelaskan bahwa pengertian teologi yang multidimensi ini sebenarnya hanyalah perpektif cara melihat.

III. Refleksi dan kesimpulan
Pengertian teologi itu begitu limpah. Teologi mempunyai multiaspek dan multidimensi. Tugas dari teologi harus menolong orang mengerti Alkitab lebih baik dan mengajarkan orang kebenaran tentang Allah dan menolong orang menggunakan kebenaran itu. Teologi juga harus memenuhi kebutuhan manusia. Dengan memahami natur teologi yang begitu banyak dan limpah maka kita dapat menyimpulkan bahwa belajar teologi dengan benar adalah sesuatu yang begitu penting dan begitu mendatangkan berkat. Secara pengetahuan, belajar teologi membantu memahami natur dari realitas. Secara praktikal, belajar teologi membantu kerohanian, membuat bijaksana dan membuat hidup lebih baik.
Penulis sendiri sungguh bersyukur boleh mempelajari teologi dan menyadari bahwa mempelajari ilmu ini adalah sesuatu berkat besar di dalam hidup. Betapa bahagianya dapat mengenal kebenaran dan belajar menghidupinya. Sebab kebenaran itu membebaskan, memuaskan, mencerahkan, mengarahkan, menerangi, mengiluminasi dan memberikan makna bagi hidup.
Penulis berkesimpulan dari refleksi semua ini bahwa teologi adalah sesuatu yang begitu penting bagi hidup dan sungguh sangat berharga untuk dipelajari. Anak kecil sampai orang dewasa akan sangat berbahagia bila memahami teologi dan menghidupinya dengan baik. Pengajaran ini seharusnya terus diajarkan dari sekolah minggu sampai orang tua dan juga di dalam sekolah Kristen dan sekolah teologi tentunya.
Akhir kata : Iman tanpa perbuatan adalah sia-sia. Teori tanpa praktik adalah omong kosong. Karena itu di dalam belajar teologi maka haruslah belajar mempraktikkannya di dalam hidup.






IV. Daftar Pustaka

John Frame, The Doctrine of Knowledge of God, New Jersey : Presbyterian and Reformed Publishing Company, 1987
Richard Muller, Post-Reformartion Reformed Dogmatics Vol One : Prologomena to Theology, (Grand Rapids, MI : Baker, 2003 )
Bradley C Hanson, Introduction to Christian Theology, ( Minneapolis : Fortress Press, 1997 ) ,pg 4
Alister E. Mc Grath, The Christian Theology Reader, ( Massachusetts : Blackwell Publisher, 1995 ), pg 21-22
Stanley J Grenz, Who need Theology ?, England :IVP, 1996
Shirley C. Guthrie, Christian Doctrine, Kentucky : Westminster John Knox Press, 1994
John R.W Stott, Theology : A Multidimensional Disicpline from Doing Theology for the People of God, Regent College, 1996
Wayne Grudem, Bible Doctrine, ( Michigan : IVP, 1999 )
Calvin, Institute of Christian Religion
Thomas Aquinas, Summa Theologia
Stephen Tong, Teologi Penginjilan, Surabaya: Momentum , 2004

[1] Ide berasal dari : John Frame, The Doctrine of Knowledge of God ( New Jersey : Presbyterian and Reformed Publishing Company, 1987 ), pg 4
[2] Richard Muller, Post-Reformartion Reformed Dogmatics Vol One : Prologomena to Theology, (Grand Rapids, MI : Baker, 2003 ), pg 153
[3] Ibid, pg 154
[4] Richard Muller, Post-Reformartion Reformed Dogmatics Vol One : Prologomena to Theology, (Grand Rapids, MI : Baker, 2003 ), pg 150
[5] John Frame, The Doctrine of Knowledge of God ( New Jersey : Presbyterian and Reformed Publishing Company, 1987 ), pg 76
[6] Ibid, 76
[7] Ibid, 77
[8] Ibid, 77
[9] Bradley C Hanson, Introduction to Christian Theology, ( Minneapolis : Fortress Press, 1997 ) ,pg 4
[10] Alister E. Mc Grath, The Christian Theology Reader, ( Massachusetts : Blackwell Publisher, 1995 ), pg 21-22
[11] Stanley J Grenz, Who need Theology ?, ( England :IVP, 1996) , 37
[12] Shirley C. Guthrie, Christian Doctrine, (Kentucky : Westminster John Knox Press, 1994 ), pg 1
[13] John R.W Stott, Theology : A Multidimensional Disicpline from Doing Theology for the People of God ( Regent College, 1996 ), pg 4
[14] Wayne Grudem, Bible Doctrine, ( Michigan : IVP, 1999 ), pg 23
[15] Ibid, 19
[16] Calvin, Institute of Christian Religion, , Book 1, Chapter 2, pg 41
[17] Ibid, pg 41
[18] John Frame, The Doctrine of Knowledge of God ( New Jersey : Presbyterian and Reformed Publishing Company, 1987 ), pg 78
[19] Thomas Aquinas, Summa Theologia, , pg 4
[20] Practical Science is that which ends in action.
[21] Ide diambil dari John Frame, The Doctrine of Knowledge of God ( New Jersey : Presbyterian and Reformed Publishing Company, 1987 ), pg 85
[22] Calvin, Institute of Christian Religion, , Book 1, Chapter 1, pg 37-39
[23] John Frame, The Doctrine of Knowledge of God ( New Jersey : Presbyterian and Reformed Publishing Company, 1987 ), pg 69
[24] Ibid, pg 71
[25] Richard Muller, Post-Reformartion Reformed Dogmatics Vol One : Prologomena to Theology, (Grand Rapids, MI : Baker, 2003 ), pg 335
[26] Richard Muller, Post-Reformartion Reformed Dogmatics Vol One : Prologomena to Theology, (Grand Rapids, MI : Baker, 2003 ), pg 337
[27] Ibid, pg 338
[28] Ibid, pg 332
[29] Ibid
[30] Ibid
[31] Stephen Tong, Teologi Penginjilan ( Surabaya: Momentum , 2004 ), hal 7
[32] John Frame, Doctrine Knowledge of God ( USA : Presbyterian and Reformed Publishing Company , 1987 ), hal 81
[33] John Frame, Apologetic to the Glory of God ( USA:Presbyterian and Reformed Publishing Company, 1994)
[34] John R.W Stott, Theology : A Multidimensional Disicpline from Doing Theology for the People of God ( Regent College, 1996 ), pg 4-15
[35] John Frame, The Doctrine of Knowledge of God ( New Jersey : Presbyterian and Reformed Publishing Company, 1987 ), pg 206-214

Add comment


Security code
Refresh

We have 5 guests and no members online