Sekiranya TauratMu tidak menjadi kegemaranku, maka aku telah binasa dalam sengsaraku. ~ Maz 119:92
Saya, Jeffrey Lim, 16 tahun bergumul (keluar masuk) sekolah teologi; dari kerinduan ingin mengenal Tuhan dan firman-Nya, memberitakan Injil, hingga akhirnya menemukan bahwa proses pergumulan inilah yang telah Tuhan rancang untuk membawa pengharapan, kekuatan, dan penghiburan dalam penderitaan sakit mental ini.
Matthew Warren, putra Rick Warren (penulis buku Purpose Driven Life) yang menyandang Bipolar Disorder, mengakhiri hidupnya pada usianya yang ke 27 tahun. William Cowper, penulis hymn “There is a fountain filled with blood,” di dalam kegelapan hidupnya karena depresi, mencoba membunuh diri berulang kali, namun terpelihara oleh anugerah Tuhan. Dunia mungkin menilai adalah sebuah kesia-siaan bagi penderita sakit mental untuk menjalani pergumulan sekolah teologi selama 16 tahun lamanya. Namun, saya percaya ini adalah anugerah yang besar dimana Tuhan memelihara dan memperkuat saya di saat saya harus menjalani hidup saya dengan penyakit mental yang mengganggu pikiran dan perasaan saya, serta mendistorsi fungsi hidup saya.
Di dalam perenungan saya selama di STT, Tuhan mengajarkan saya mengenai natur sakit mental. Orang-orang medical model dari psikologi sekular melihat natur penyakit mental dari sisi biologis saja. Jay E.Adams, pendiri gerakan Konseling Biblika melihat sisi lain dari masalah sakit mental, yaitu masalah rohani (dosa). Jim Olthuis, penulis buku Beautiful Risk, melihat relasi dikasihi-mengasihi sebagai wujud terapi untuk pergumulan psikologis. Hingga akhirnya, saya mengerti bahwa aspek-aspek dalam penyakit mental bersifat multidimensi, mencakup biologi, psikologi, sosial (relasi), dan spiritual.
Dalam pergumulan panjang dengan penyakit mental ini, secara realistis saya belajar bahwa saya perlu mengkonsumsi obat seumur hidup. Obat adalah anugerah umum dari hasil riset manusia dalam wahyu umum. Obat menolong dalam hal biologis. Namun selain obat, yang lebih esensial saya percaya kepada konsep kecukupan Alkitab (Sufficiency of the Scripture), dalam perihal iman, praktik dan wawasan dunia orang Kristen. Psikologi sekular mungkin dapat menolong meringankan penderitaan tetapi tidak menyelesaikan inti pergumulan itu sendiri. Kebutuhan untuk menerima kasih dan pengampunan dari Tuhan, pembenaran-Nya (justification) dan pengudusan adalah kebutuhan rohani yang lebih dalam. Masalah rohani seperti guilt dan shame yang seringkali menyertai penderita sakit mental harus diselesaikan dalam relasi dengan Tuhan. Kemudian, saya dibukakan dari konseling biblika bahwa tujuan dari konseling biblika itu bukan supaya sembuh semata-mata tetapi ada dua hal yaitu untuk memuliakan Tuhan dan untuk dibentuk menjadi semakin serupa dengan Dia di dalam pengudusan progresif. Jadi, paradigmanya bukanlah untuk healing tetapi sanctification.
Saya berpikir mungkin Tuhan tahu bahwa takaran penyakit mental saya membutuhkan pengenalan firman yang lebih dalam, sehingga saya harus sekolah teologi untuk memperoleh pengharapan, kekuatan dan penghiburan yang memampukan saya untuk bertahan. Seperti judul lagu “God moves in mysterious ways” (William Cowper), saya percaya bahwa Tuhan bekerja di dalam caranya yang misterius di luar pemikiran saya untuk membawa saya mengenal diri-Nya dan diri saya di dalam kedalaman relung hati saya.
Terima kasih kepada Pdt. Dr. Stephen Tong atas penerimaannya atas kondisi saya, para dosen yang bertekun mengajar saya dalam periode yang panjang dan melelahkan selama di STT. Terima kasih juga kepada Pdt. Ivan Kristiono untuk bimbingan dan kesabarannya selama ini. Terima kasih kepada ibu Ina Hidayat untuk kasih, pengertian, dan bimbingan thesisnya. Terima kasih kepada rekan-rekan STT yang berbagi hidup dan menjadi berkat bagi saya. Tuhan memberkati kita semua.
Segala kemuliaan hanya bagi Tuhan Allah Tritunggal
~ Jeffrey Lim, M.C.S.